Senin, 19 Oktober 2015

“Mencari Keadilan dari Banding sampai Kasasi”

Beberapa pekan belakangan ini kita disibukkan menyaksikan peristiwa kabut asap yang melanda beberapa provinsi di Indonesia, kabut asap yang terjadi bahkan sampai tersebar ke Negari tetangga. Kabut asap yang terjadi akibat pembakaran lahan, hal ini tidak lagi asing bagi warga provinsi riau dan beberapa daerah lainnya di Sumatra, kalimantan, Maluku dan papua. Setiap terjadi musim kemarau maka masyarakat daerah tersebut akan was-was akan terjadinya kebakaran yang akan menimbulkan kabut asap, sering mucul perdebatan persoalan siapa yang seharusnya disalahkan. Seperti beberapa pendapat bahwa masyarakat yang membuka lahan sebagai pelakunya  adapula yang lain mengatakan bahwa perusahaan sawitlah sebagai pelaku utamanya yang pada akhirnya melahirkan berbagai gelombang protes terhadap  kejadian tersebut. Beberapa perusahaan yang dianggap sebagai pelaku pembakaran lahan kemudian mendapat lampu merah dari pemerintah, bahwa akan dilakukan pemutusan surat  izin usaha.


Di Sulawesi selatan sendiri, tepatnya di Kabupaten Sinjai. Seorang petani yang bernama Bahtiar bin Sabang sudah satu tahun lebih  menjadi tersangka, bukan karna dia membakar lahan yang kemudian menilmbulkan kabut asap seperti beberapa daerah lainnya. Bahtiar justur dijadikan tersangka karna dianggap merambah kawasan hutan Negara. Bahtiar sendiri adalah seorang petani penggarap  yang juga penggerak dari komunitas masyarakat adat Soppeng Turungan. Lahan yang dari warisan turun temurun kemudian menjadi petaka bagi dirinya karna dianggap oleh pemerintah Kabupaten Sinjai dalam hal ini Dinas Perkebunan dan Kehutanan merambah kawasan hutan Negara atau tepatnya hutan produksi terbatas (HPT). Tuduhan yang  diarahkan kepadanya adalah persoalan penebangan pohon dalam  kawasan HPT tersebut yang dalam persidangan menjadi tanda tanya besar karna kebanyakan fakta-fakta dilapangan tidak sesuai. Sejak tanggal 13 Oktober 2014, Bahtiar dijemput paksa  oleh polisi resort Sinjai dirumahnya karna tidak perna menghadiri panggilan pemeriksaan dirinya, karna dia menganggap bahwa apa yang dituduhkan kepada diriya merambah HPT tidaklah benar karna dia mengelola lahnnya sendiri dari warisan turun temurun dari orang tuanya.

Beberapa waktu kemudian setelah  Bahtiar ditetapkan sebagai tersangka kemudian kasus tersebut diseret ke meja hijau yang pada akhirnya memutus dia bersalah dengan hukuman 1 tahun dan denda 500 juta atau subsider 1 bulan. Setelah diputus bersalah oleh pengadilan negeri Sinjai, Bahtiar bersama tim kuasa hukumnya dari Aliasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sul-sel yang dari awal mendapinginya, kemudian melakukan banding ke pengadilan negeri  Makassar dengan harapan Pengadilan Tinggi Makassar lebih objektif dalam memutus kasusnya. Pada tanggal 18 Agustus yang lalu keluar putusan dari Pengadilan Tinggi Makassar yang sangat jauh dari perkiraan karna justru memperkuat putusan pengadilan negeri  Sinjai. Putusan Pengadilan Tinggi tidaklah membuat Bahtiar patah semangat, untuk mencari keadilan. Sampai saat ini Bahtiar bersama kuasa hukunya sedang melakukan kasasi ke Mahkama Agung (MA). Hal ini dilakukan karna dianggap bahwa putusan dari Pengadilan Tinggi tidaklah benar dan upaya untuk memperjelas bahwa dia tidak bersalah atas tuduhan tersebut. Dalam penjelasannya  Bahtiar bersama kuasa hukunya  menjelaskan bahwa dia akan terus berjuang mencari kebenaran selama masih ada jalan. “Saya bersama kuas hukum saya akan terus berjuang sampai keadlian yang sebenarnya kami dapatkan” (16/10/2015) ungkapnya. 

Dari awal kita dapat melihat bahwa dampak yang dilakukan Bahtiar seperti yang dituduhkan kepada dirinya tidaklah seberapa ketika dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh  korporasi besar  seperti perusahaan pembakar lahan yang menimbulkan kabut asap dan menyebabkan masalah besar seperti, masalah kesehatan, ekonomi dan beberapa masalah lainnya yang timbul.
Beberapa waktu yang lalu pada tanggal 15 Oktober 2015, LBH Makassar dan beberapa jaringannya dalam koalisi anti Kriminalisasi melakukan gelar perkara terhadap kasus-kasus kriminalisasi di Sulawesi, pada kegiatan tersebut, kasus Bahtiar menjadi pembahasan dalam kegiatan tersebut selain kasus Bahtiar kasus yang juga menjadi pembahasan adalah kasus Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham samad dan beberapa kasus lainnya di Sulawesi. (ASN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar